Terdakwa Erlina dan PH nya Melihat Barang Bukti yang ditunjukkan Jaksa |
"Saya sebagai Direktur bisa mengeluarkan uang asal sesuai prosedur dan sesuai Standart Operasi Perusahaan (SOP) BPR Agra Dhana. Dan itu pun wajib ditandatangani dua pejabat, yaitu Dewan Komisaris dan Komisaris. Batas wewenang uang yang bisa saya keluarkan Rp 25 juta, diatas Rp 100 juta harus diketahui Direksi dan ditandatangani," kata Erlina saat pemeriksaanya sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (30/10-2018).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosmarlina Sembiring dan Samsul Sitinjak menanyakan terdakwa bekerja di BPR Agra Dhana sejak tahun berapa. Erlina menerangkan, ia bekerja di BPR Agra Dhana sejak tahun 2008, menjabat sebagai Manager Marketing, kemudian tahun 2011, ia diangkat sebagai Direktur. "Direktur bertanggung jawab segala kegiatan, dan itu diawasi oleh Dewan Komisaris," ujarnya.
Anehnya lagi, walaupun tidak memiliki izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia (BI) sebagaimana yang dimaksud dalam UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992, pasal 42 dan 47. Namun Jaksa tetap menunjukkan, mempertontonkan rekening terdakwa sebagai barang bukti didepan Majelis Hakim yang dipimpin Mangapul Manalu didampingi Hakim anggota Jasael dan Rozza.
Selain itu, Jaksa juga menunjukkan barang bukti berupa slip penyetoran uang dari Bank Panin. Namun Erlina menjawab, bukti slip setoran uang yang asli, harus tervalidasi Bank. "Dalam perbankan harus ada validasi Bank. Kalau seperti ini, saya juga bisa membuat seperti ini, dan validasi itulah yang sah," terang Erlina saat melihat barang bukti didepan Hakim.
Ditengah persidangan, Jaksa Rosmarlina Sembiring dan Samsul Sitinjak terkesan menekan terdakwa Erlina untuk mengakui perbuatanya, hingga alunan suara Rosmarlina Sembiring kuat memberikan pertanyaan kepada terdakwa.
"Ini persidangan bu, jangan kuat-kuat suara ibu, semua akan saya terangkan. Sejak saya dijadikan polisi sebagai tersangka, dan dilakukan pemeriksaan. Saya sudah sampaikan, dan tidak menjawab sebelum hasil audit akuntan publik dan dari OJK, namun penyidik polisi tetap melanjutkanya, bahkan saya juga ditekan pihak Direksi BPR Agra Dhana untuk membayarkanya Rp 1,3 milliar," kata Erlina.
Dalam perkara ini, kata Hakim Mangapul Manalu, terdakwa dilaporkan melakukan penggelapan sebesar Rp 4 juta, kemudian dalam surat dakwaan JPU berubah menjadi Rp 117.186.000. Dan terdakwa sudah melakukan pengembalian sebesar Rp 929 juta lebih. Kalau terdakwa tidak bersalah, mengambil uang, tanya Mangapul, kenapa terdakwa mengembalikan uang hampir 1 milliar?.
"Saya bukan mengembalikan yang mulia. Namun saya dipaksa untuk menyetor ke BPR Agra Dhana, hal itu setelah saya di nonaktifkan sebagai Direktur Utama. Saat itu, orang tua saya sakit, dan tidak mau menambah beban pikiran, makanya saya setor. Dan penyetoran itu saya lakukan secara bertahap yang mulia," terang Erlina.
Erlina juga merasa bingung, dimana sampai saat ini, ia belum mengetahui apa kesalahan yang dilakukanya sehingga ditekankan harus menyetorkan uang ke BPR Agra Dhana hampir 1 milliar. "Hasil audit keuangan sampai saat ini tidak bisa ditunjukkan. Jadi saya tidak tau apa kesalahan yang saya lakukan," tutur Erlina.
Lebih anehnya lagi, Hakim Jasael kembali memeprtanyakan penghasilan terdakwa Erlina selama bekerja di BPR Agra Dhana. "Berapa penghasilan, atau gaji saudara sebulan di BPR Agra Dhana, dan berapa pengeluaran yang saudara keluarkan, serta berapa disimpan?," tanya Hakim Jasael kepada terdakwa Erlina.
"Gaji saya kurang lebih Rp 40 juta diluar bonus. Saya bisa simpan 80% karena suami saya masih ada. Saya juga sudah bekerja selama 7 tahun," jawab Erlina.
Kemudian, Hakim Mangapul Manalu menyampaikan, jika terdakwa tidak mengaku bersalah, dan sudah mengembalikan uang kurang lebih 1 milliar, kenapa saudari terdakwa tidak melaporkanya, kenapa takut dipenjara.
"Sudah saya laporkan ke OJK Perwakilan Kepri yang mulia. Saya juga berharap saat itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menunjukkan kesalahan yang saya lakukan dalam bukti audit keuangan BPR Agra Dhana. Yang ada hanya risalah rapat pertemuan saya dengan OJK. Saya juga minta klarifikasi mengenai uang yang saya setorkan ke BPR Agra Dhana, dicatatakan sebagai apa dalam pembukuan BPR," terang Erlina.
Dipersidangan yang terbuka untuk umum, Erlina membacakan hasil risalah rapat dengan OJK terkait klarifikasi antara Erlina dan BPR Agra Dhana dibulan Januari 2018 bahwa:
1. Erlina merupakan mantan Direktur Utama BPR Agra Dhana mulai tahun 2011 sampai agustus 2015.
2. Erlina mantan Direktur Utama BPR Agra Dhana telah mengundurkan diri juli 2018, selanjutnya diminta menandatangani adanya metrik temuan pemeriksaan internal BPR Agra Dhana bulan juli 2015 sebesar Rp 405 juta.
3. Saudari Erlina posisi ketika itu sudah mengundurkan diri dari BPR Agra Dhana pada agustus 2015. namun masih diminta menyelasaikan laporan metrik.
.4. Agustus 2015 kembali saudari Erlina diminta menandatangani metrik temuan BPR Agra Dhana Rp257 juta dan dibulan yang sama juga kembali dipaksa melakukan pemabayaran Rp150 juta. namun melalui WA oleh Beni yang menjabat Direktur Utama.
5. Pada bulan agustus 2015 saudari Erlina diundang pemegang saham BPR Agra Dhana dihadiri saudari Supriadi, Herman dan saudari Jerry dan pertemuan dilaksakan di PT. Harada dan saudari Erlina diminta membayar Rp1,3 milyar.
Usai pembacaan risalah rapat dengan OJK, Hakim Mangapul malah bertanya, apakah saudari terdakwa siap dengan hal ini.
“Saya tidak berbuat salah yang mulia, dan saya siap menghadapinya,” tutur Erlina sebelum sidang ditutup.
Sidang pun ditutup, dan dilanjutkan pada persidangan selanjutnya, dengan agenda mendengarkan tuntutan dari JPU.
Diluar persidangan, Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Manuel P Tampubolon menegaskan, dalam risalah rapat dengan OJK Perwakilan Kepri, tidak ada disinggung atau dituangkan adanya pengembalian dana dari Erlina ke BPR Agra Dhana. Dalam risalah itu, katanya, OJK menuangkan ada pembayaran dari Erlina sebanyak Rp 929.853.879 ke BPR Agra Dhana.
"Arti pengembalian dengan pembayaran sangat berbeda. Dalam risalah rapat dengan OJK Perwakilan Kepri yang diketahui Kepala OJK, Iwan M Ridwan, tertuang pembayaran bukan pengembalian," katanya.
Selain itu, Manuel juga menyoroti pertanyaan hakim yang menyoal mengenai keuangan pribadi terdakwa. "Mengenai validasi barang bukti yang ditunjukkan Jaksa tak ditanya, malah keuangan pribadi terdakwa yang dihitung hitung. Ini ada apa?," ungkap Manuel tersenyum.
Alfred
Posting Komentar