Kantor DPRD Kota Tanjungpinang, (Fhoto: Istimewa). |
Wakil Ketua Komisi II DPRD Tanjungpinang Arif, di Tanjungpinang, Kamis (7/5), berpendapat, kegiatan tersebut menimbulkan kerumunan warga sehingga potensial tertular COVID-19.
Dikutip dari situs Diskominfo Kepri, seharusnya, kata dia, penjualan paket lebaran murah itu diatur sehingga tidak menimbulkan kerumunan warga. Penjualan paket lebaran itu juga harus diatur sehingga satu keluarga tidak mendapatkan lebih dari satu paket.
"Kalau yang terjadi sekarang justru menimbulkan kerumunan warga di kantor kelurahan dan Kantor Disperindag Tanjungpinang. Kami juga mendapat informasi ada satu keluarga yang mendapatkan lebih dari satu paket lebaran," katanya, yang juga anggota Fraksi Keadilan Sejahtera DPRD Tanjungpinang.
Sebaiknya, pelaksana kegiatan itu bukan Disperindag Tanjungpinang karena ada transaksi jual beli, melainkan dapat dilaksanakan oleh BUMD setempat. Selama beberapa tahun terakhir, kegiatan tersebut rutin dilaksanakan oleh Disperindag Tanjungpinang.
"Ini juga perlu dievaluasi, apakah Disperindag memiliki tugas dan fungsi dalam melaksanakan kegiatan semi bisnis tersebut? Sebaiknya, kegiatan yang berbau bisnis itu dilaksanakan BUMD," tegasnya.
Disperindag Tanjungpinang menjual 12.696 paket lebaran. Penjualan mulai 4-6 Mei 2020. Masing-masing paket sembako tersebut berisi 30 butir telur, 2 kg gula, 2 kg tepung terigu dan 1 liter minyak goreng.
Disperindag merinci harga satu paket lebaran itu Rp123.000. Setiap paket sembako disubsidi Rp63.000, sehingga dijual kepada pembeli dengan harga Rp60.000.
Proyek tersebut, kata Arif dilaksanakan dengan anggaran Rp799 juta.
Komisi II DPRD Tanjungpinang tidak mengawasi sampai ke persoalan teknis penetapan harga sehingga tidak mengetahui apakah terjadi penggelembungan harga atau tidak.
"Yang kami lihat penetapan harga oleh Disperindag sesuai satuan harga perkiraan sendiri. Kami tidak mengawasi sampai ke persoalan harga di lapangan," katanya saat ditanya apakah menemukan dugaan penggelembungan harga.
(***)
Posting Komentar