Optimalisasi Penegakan Hukum Sebagai Alat Perubahan Sosial Dalam Pengelolaan Sampah di Kota Batam

Nama Penulis: Citra Irwan Simbolon, S.H
Mahasiswa: Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen: Dr. Utary Maharany Barus S.H., M.Hum

BATAM|KEPRIAKTUAL.COM: Batam merupakan salah satu kota di Kepulauan Riau, yang terkenal sebagai pusat industri dan perdagangan. Terletak sangat dekat bagi wisatawan dari Singapura dan Malaysia.

Pantai-pantai indah, resort, lapangan golf, dan pusat-pusat belanja membuat Kota Batam menarik bagi wisatawan. Selain itu, wisata kuliner juga sangat menarik pengujung wisatawan.

Namun, terdapat hal menarik yang Penulis ingin sampaikan terkait dengan sampah di Kota Batam, Masih banyak orang yang buang sampah sembarangan. Padahal, hal tersebut dapat mencemari lingkungan hingga menimbulkan penyakit. 

Penanganan sampah di Kota Batam merupakan isu penting mengingat posisinya sebagai kota yang sedang berkembang dengan pesat, serta lokasinya yang strategis sebagai kawasan industri dan perdagangan. 

Hal ini menimbulkan tantangan dalam pengelolaan sampah untuk menjaga kualitas lingkungan hidup serta mencegah dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. 

Apabila dilihat dari sudut pandang Sosiologi hukum, penanganan sampah di kota batam tentu dapat menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana hukum sebagai alat mengubah masyarakat (Law as a Tool of Social Enginering) dalam melakukan pengelolaan sampah di Kota Batam.

Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Batam sudah memiliki dasar hukum yang cukup kuat yakni Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Prinsip yang dipegang dalam Undang-Undang ini adalah pendekatan pengelolaan sampah berbasis pada prinsip reduce, reuse, dan recycle (3R). 

Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, Peraturan ini memperjelas tanggung jawab pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta dalam pengelolaan sampah. 

Selain itu Kota Batam memiliki regulasi khusus yang mengatur pengelolaan sampah sebagaimana diatur dalam Peraturan daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 tentang pengelolaan sampah.

Bahwa dalam implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 dari informasi yang ada terdapat 9 (sembilan) orang pelaku yang membuang sampah sembarangan serta telah diadili di Pengadilan Negeri Batam.

Mereka dinyatakan bersalah melanggar pasal 64 ayat 1, huruf a, Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Batam yang dipimpin oleh Hakim Taufik didampingi PP Magdalena dan Kuasa Penuntut A. Halim. 

Ke 9 (sembilan) pelaku yang disidang, rata-rata di denda Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah), Penulis sangat menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Batam.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dengan adanya aturan dan putusan PN Batam tersebut telah mengubah perilaku masyarakat untuk tidak lagi membuang sampah sembarangan.

Kepala Bidang Pengelolaan sampah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Eka Suryanto mengatakan masih banyak warga yang belum sadar lingkungan sehingga membuang sampah sembarangan.

Dari informasi yang ada dapat disimpulkan bahwa peraturan terkait penanganan sampah di Kota Batam serta putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Batam masih belum memberikan dampak terhadap masyarakat tentang bagaimana hukum digunakan sebagai alat mengubah masyarakat (Law as a Tool of Social Enginering) sehingga masyarakat belum mendapatkan efek jera.

Tidak adanya perubahan terhadap masyarakat agar tidak lagi membuang sampah sembarangan. Sementara dalam pasal 69 Perda Nomor 11 Tahun 2013 diatur sanksi bagi warga yang membuang
sampah sembarangan akan didenda yang besarannya berkisar Rp 300 ribu hingga Rp 50 juta.

Rekomendasi yang penulis dapat sampaikan dalam beberapa langkah yang dapat diambil oleh Pemerintah Kota Batam untuk memperkuat penanganan sampah dari perspektif hukum, antara lain: 

Penguatan penegakan hukum bagi pelanggar harus ditegakkan dengan konsisten merujuk pada pasal 69 Perda Nomor 11 Tahun 2013 yang mengatur denda Rp 2,5 juta rupiah bagi pembuang
sampah sembarangan agar hukum sebagai alat mengubah masyarakat (Law as a Tool of Social Enginering) dapat diterapkan.

Hukum bukan hanya alat untuk menghukum, tetapi juga sarana untuk mendorong perubahan perilaku dan menciptakan masyarakat yang lebih peduli terhadap lingkungan. 

Tetapi demikian harus memperhatikan aspek kebijakan, dan keadilan sosial dengan memperhitungkan kelompok masyarakat yang rentan, seperti mereka yang tinggal di wilayah yang kurangnya akses ke sistem pengelolaan sampah yang layak.

Inovasi dalam daur ulang dan pengolahan sampah berkolaborasi dengan pihak swasta, peningkatan partisipasi masyarakat dengan edukasi masyarakat tentang 3R. 

Penanganan sampah di Kota Batam membutuhkan peran serta semua elemen terutama masyarakat untuk mencapai keberhasilan dalam pengelolaan sampah
yang berkelanjutan.



Tags ,


Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE. #MariBijakBerkomentar.



Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.