Ketua DPP LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI), Agustien Hartoyo Lumbangaol foto bersama Safri Firdiansyah. |
BATAM|KEPRIAKTUAL.COM: Polemik pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak mantan karyawan JNE dalam jabatan Anambas Unit Head yang bernama, Safri Firdiansyah tentang adanya tuduhan yang disangkakan tanpa ada suatu bukti dugaan penggelapan dengan mengabaikan azas praduga tak bersalah berujung pemberian Surat Somasi dari Kantor JNE Pusat, Jum'at (29/11/2024).
Anehnya, dalam surat Somasi yang dikirimkan dengan nomor surat: 005/EXT.EXP-LS/XI/2024, serta ditanda tangani oleh Litigation Froud Analysr, PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Devri Arva A, patut diduga merupakan somasi yang cedera hukum, bahkan bisa dikatakan batal demi hukum.
"Kami berpendapat serta berpandangan bahwa surat Somasi yang ditujukan terhadap klien kami yakni saudara Safri Firdiansyah merupakan produk yang cacat hukum, bahkan bisa dikatakan batal demi hukum," ujar Ketua DPP LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI), Agustien Hartoyo Lumbangaol kepada media ini, Selasa (10/12/2024).
Pihaknya dengan tegas mengatakan bahwa surat Somasi tersebut terkesan tidak profesional dengan mengabaikan aturan perundang-undangan yang berlaku perihal aturan penerima kuasa secara UU KUHPerdata Pasal 1792.
Dijelaskannya, pihaknya selaku lembaga yang selanjutnya di sebut sebagai penerima kuasa dari saudara Safri Firdiansyah sebagai pemberi kuasa untuk mendampinginya.
Kemudian, pihaknya menilai surat Somasi yang dikirimkan tersebut telah mencederai nama baik perusahaan PT JNE sendiri, dikarenakan tidak melampirkan Surat Kuasa Khusus dari dewan direksi yang ditunjuk terhadap perorangan/karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Perseroan Terbatas (PT) Pasal 103.
"Surat Somasi itu juga terkesan tidak mewakili pihak perusahaan dalam hal ini PT JNE, sehingga kami berpandangan bahwa manajemen PT JNE harus dibenahi dan dilakukan audit secara menyeluruh," tegas pria yang akrab disapa Marbun86 ini.
Masih menurut Marbun86 menambahkan, pihaknya memandang surat Somasi tersebut tidak tepat diberikan kepada kliennya, dikarenakan surat tersebut mengabaikan pihak LSM Combating Corruption Indonesia, selaku lembaga penerima kuasa yang pernah mengirimkan terlebih dahulu surat Somasi untuk yang kedua kalinya terhadap pihak PT JNE yang berkedudukan di kantor Jakarta.
Lanjutnya, surat Somasi yang dikirim pihak JNE terkesan mengabaikan norma etika dalam penulisan kalimat dengan menjustifikasi kliennya, Safri Firdiansyah tanpa alat bukti yang asli atau akurat sebagai pendukung atas tuduhan ataupun persangakaan yang ditujukan terhadap saudara Safri seperti surat Somasi pihaknya kedua yang dikirimkan pihaknya terhadap PT JNE Pusat.
Kemudian, surat Somasi itu juga tidak mengedepankan azas praduga tidak bersalah, sehingga terkesan tendensius terhadap saudara Safri selaku mantan pekerja di perusahaan PT. JNE dengan tuduhan telah menggunakan uang kiriman COD sebesar Rp 78.953.060, dan kiriman Branch senilai Rp 78.503.752.
"Klien kami Safri harus menanggung semua biaya yang dituduhkan kepadanya tanpa disertai dengan bukti yang akurat sebesar Rp 157.456.812 selambat-lambatnya tanggal 11 November 2024," jelasnya.
Bahkan lanjutnya, PT. JNE tidak mengedepankan azas prinsip-prinsip administrasi yang sehat tanpa melakukan pemberian Surat Peringatan (SP) yang sesuai dengan aturan pada UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 kepada saudara Safri sebagai langkah awal.
"Surat Somasi pada point 1,2 dan 4 di anggap kabur ataupun abu-abu dengan tidak melampirkan bukti berupa data sebagai pendukungnya," imbuhnya.
Menurutnya, surat Somasi tersebut tidak menjelaskan secara detail dengan hasil bukti yang disebutkan pada surat pemberhentian terhadap saudara Safri Firdiansyah berupa hasil investigasi internal, melainkan menyudutkan kliennya tanpa dasar bukti yang otentik.
"Pandangan kami PT JNE ini sebuah perusahaan besar namun tidak tertib administrasinya. Dengan demikian, kami memandang perusahaan ini terindikasi perusahaan yang bersifat abal-abal, dengan administrasi yang bersifat pasar kaget. Hal itu sangat jelas bahwa administrasi PT. JNE bukan lagi administrasi yang sehat dan terindikasi mal administrasi," sebutnya.
Masih menurut Marbun86 menambahkan, dengan semua tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya pihaknya dengan tegas membantah semua tuduhan itu. Lalu, pihaknya juga menuduh kembali adanya indikasi telah melakukan Penggelapan Pemberatan yang dilakukan oleh Batam Main Branch Head, Vivi Nadiyah.
"Berdasarkan keterangan dari klien kami, ada sekitar Rp 240.495.110 dana setoran COD dari para kurir yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas yang dikirimkan melalui rekening pribadi Vivi Nadiyah. Dan, kami punya semua bukti setorannya dan nama-nama kurirnya mulai tanggal 9 hingga 16 Oktober 2024," ujarnya.
Lalu, dengan semua tindakan yang dilakukan oleh Batam Main Branch Head, Vivi Nadiyah yang menggunakan rekening pribadinya untuk menerima setoran COD dari para kurir, patut diduga Saudari Vivi Nadiyah terindikasi mencoba untuk menghilangkan ataupun mengurangi pendapatan pertahun SPT PT JNE Cabang Batam dari cabangnya.
Dan, kami juga mensinyalir bahwa PT JNE Cabang Batam tidak ada memiliki surat skala otoritas penting atau Surat Kuasa yang diberikan oleh Dewan Direksi PT JNE, yang menyatakan berhak menerima setoran dana perusahan melalui rekening pribadi Kepala Cabang.
"Sejauh ini kami belum mendapatkan bukti sah surat dari dewan direksi yang memperbolehkan setoran dana perusahaan melalui rekening pribadi," tegasnya.
Kemudian, bukti lainnya yang mengarah kepada surat Somasi dari PT JNE ini bisa dikategorikan abal-abal yakni, melakukan pemecatan sepihak ketika seorang pekerja tersebut meminta suatu kepastian dengan itikad baik SK dari perusahaan tentang pangangkatannya sebagai Anambas Unit Head, hingga kini belum diberikan.
"Pengakuan klien kami Safri, dana itu digunakan untuk operasional JNE di Pulau Letung, Kabupaten Kepulauan Anambas. Bahkan, Safri meminta tolong kepada istrinya untuk membackup pekerjaannya merangkap sebagai admin. Itupun dilakukan secara sukarela tanpa diberikan upah sepeserpun dari PT. JNE," imbuhnya.
"Bahkan, bonus pencapaian target serta biaya operasional di klaim tidak pernah didapatkan oleh Safri dari PT. JNE Cabang Batam," sebutnya.
Menurutnya, dengan apa yang dilakukan oleh kliennya di Pulau Letung, Kabupaten Kepulauan Anambas menjalankan operasional perusahaan, seharusnya patut diberikan apresiasi. Karena, klien kami bertanggung jawab penuh untuk menjalankan operasional JNE disana tanpa ada dukungan dari perusahaan yang menempatkannya disana.
"Alih-alih dapat apresiasi dari perusahaan, yangbada klien kami dituduh melakukan penggelapan dana perusahaan tanpa disertai dengan bukti-bukti," ucapnya.
Namun demikian, kliennya Safri telah menunjukkan itikad siap mempertanggung jawabkan semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya dengan menitipkan sebuah Sertifikat milik keluarganya sebagai jaminannya.
Akan tetapi, niat baik dari Safri tidak digubris oleh perusahaan PT. JNE. Melalui surat Somasi yang dikirimkan ke Safri, pada poin 5, disebutkan bahwa terhadap jaminan Sertipikat yang dititipkan Safri kepada JNE, diminta untuk diambil kembali. Apabila Safri tidak mengambil Sertipikat sesuai tanggal yang tekah ditetapkan, maka JNE tidak bertanggungjawab atas resiko hilang atau rusaknya Sertipikat tersebut.
Sehingga dengan demikian, pihaknya berpandangan jika telah terjadi sesuatu terhadap sertifikat tersebut, maka pihak JNE dapat disebut sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai dengan KUHPerdata Pasal 1338, yqng seharusnya dibuatkan akta jaminan di Notaris.
"Klien kami Safri dihubungi HRD PT JNE Cabang Batam untuk mengambil sertifikat tersebut. Namun, pihak HRD mengatakan sertifikat itu harus harus segera digadaikan," sebutnya.
Masih menurut Marbun86 mengatakan, pada point 2 dari surat Somasi tersebut menyebutkan Surat Pernyataan tidaklah benar dan terkesan menyesatkan.
Hal itu dikarenakan disaat berhadapan dengan pihak Kepala Cabang PT JNE Batam dengan staf HRD dan staf lainnya, terkesan disudutkan bahkan terintimidasi dengan kalimat ancaman yang diberikan terhadap saudara Safri.
"Klien kami merasa disudutkan dengan kalimat ancaman, sehingga tidak memberikan ruang kesempatan terhadap klien kami untuk memberikan penjelasan yang sebenarnya," pungkasnya.
Fay
Posting Komentar